Saturday, June 17, 2017

Resensi Buku: After Orchard

Judul: After Orchard
Penulis: Margareta Astaman
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun Terbit: Agustus 2010
Dimensi: vi + 194 hlm.; 13.5 x 20 cm
ISBN: 978-979-709-516-1


Berbekal beberapa kali pengalaman jalan-jalan ke Singapura, Margareta Astaman - Margie - menaruh harapan indah saat berangkat sebagai mahasiswa baru sebuah universitas bergengsi di Singapura; tanah impian destinasi liburan. Orchard Road. Merlion. Belanja. Bersih. Hijau. Rapi. Aman. Margie membayangkan ia akan merasakan suasana liburan setiap hari selama menempuh masa pendidikan di sana.

Ternyata kehidupan sebenarnya di Singapura jauh dari bayangan pengalaman 3 hari 2 malam sebagai turis. Tinggal sebagai mahasiswa selama empat tahun memberikan definisi lain atas Singapura bagi Margie: Bahwa Singapura tak sekedar Orchard Road. Keramahan dan kenyamanan yang ia dapatkan sebagai turis sama sekali berbeda dengan yang ia dapatkan selama menjadi mahasiswa, bukan di Orchard Road tentunya, tetapi di lingkungan sosial Singapura yang sesungguhnya.

Mulai dari perjuangan mendapatkan kamar asrama, ranjang kutuan, tren bunuh diri menyusul kegagalan, betapa langkanya kesempatan mendapatkan sahabat, hingga budaya "gancheong", "kiasu", dan "kiasi" dituturkan Margie lewat kisah-kisah penuh humor dan ironi sebagai pengalamannya menjadi bagian dari sistem pendidikan dan keseharian hidup dalam masyarakat Singapura. Sebuah pengalaman yang jauh dari impian promo wisata, hidup turis, dan Orchard Road.

Saya menyukai cara penuturan yang disampaikan oleh Margareta Astaman. Satu-dua ilustrasi yang mendampingi cukup mewakili cerita-cerita yang disampaikan. Membuat kita dapat membayangkan bagaimana suasana dalam cerita tersebut.

Yang dapat dipertik dari buku ini: Ada hal positif yang harus kita tiru dari sistem meritokrasi di Singapura, yaitu kedisiplinan, kegigihan dan etos kerja. Namun tidak dapat dipungkiri ada juga hal negatif yang menjadi akibat dari individualisme dan kekakuan tatanan hidup di sana.

***

"Secara aneh, kita punya semakin banyak orang di dunia, tapi semakin sedikit yang saling mengenal." (Hal. 143)