Friday, May 20, 2016

Resensi Buku: Filosofi Kopi

Judul: Filosofi Kopi
Penulis: Dee Lestari
Penerbit: PT Bentang Pustaka
Tahun Terbit: 2012
Genre: Kumpulan Cerita
Dimensi: xiv + 142 halaman, 20 cm
ISBN: 978-602-8811-61-3



Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade yang terangkum dalam Filosofi Kopi merupakan kompilasi karya Dewi (Dee) Lestari selama 1995 -  2005. Buku ini merupakan salah satu masterpiece dalam kesusastraan Indonesia dan telah mengalami tujuh belas kali cetakan hingga Januari 2016.

Filosofi Kopi, cerita pendek yang menjadi pembuka sekaligus menjadi judul kompilasi ini menceritakan tentang seorang yang tergila-gila kepada kopi: Ben. Ben telah berkeliling dunia demi mendapatkan kopi-kopi terbaik dari seluruh negeri, juga mencari takaran paling pas untuk racikan setiap jenis kopi. Dia tidak hanya meramu dan mengecap rasa kopi, akan tetapi juga merenungkannya. Ia menarik arti, membuat analogi, hingga tercipta satu filosofi untuk setiap jenis kopi. Semuanya ia presentasikan semenarik mungkin di dalam daftar menu kafenya; Filosofi Kopi.

Pada suatu hari, Ben ditantang oleh seorang pengunjung Filosofi Kopi yang merasa tidak menemukan kopi yang ia inginkan di dalam daftar menu. Apakah Ben berhasil menjawab tantangan tersebut? Dan bagaimana Ben menanggapi seseorang yang mencicipi kopinya dan hanya menilai kopinya 'lumayan' bukannya 'luar biasa' padahal ia sudah sedemikian rupa menakar dan meracik kopinya?

"Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya."


Pencarian Ben menemukan kesempurnaan yang akhirnya dijawab dengan kesederhanaan memutarbalikkan dunia Ben yang penuh dengan obsesi akan kopi.

Tujuh belas cerpen dan prosa lain di dalam buku ini tidak kalah menariknya. Menyentuh pembaca di momen yang tepat dan membuat tersenyum dan terpesona pada kata-kata yang dengan cerdas berada pada tempatnya. Dee menyajikan tulisan cerkas bagi pembaca. Penyajiannya lugas, tegas, tidak ruwet dan tidak mendayu-dayu.

Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?

Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.

Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi. Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali. Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah. Jadi jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.

Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat. Janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.

Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.

Spasi - Dee Lestari

****

No comments:

Post a Comment